JAKARTA, BANGSAKU.CO – Penahanan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai memperburuk hubungan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Prabowo Subianto.
Terlebih, Megawati langsung mengeluarkan instruksi kepada kader PDIP yang menjadi kepala daerah untuk menunda perjalanan menuju kegiatan retret bersama Prabowo di Akademi Militer (Akmil), Magelang.
“Tak dinafikan akan hal ini. Sebelumnya, PDIP melalui Hasto telah menyatakan agar kepala daerah itu mengikuti irama pusat. Tapi, penahanan ini, jelas membuat hubungan PDIP dengan pemerintahan Prabowo akan kritikal,” ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kepada Media Indonesia, Kamis, 20 Februari 2025.
Ray menilai penanganan kasus Hasto terlihat sangat politis, meskipun KPK telah berulang kali mengatakan proses hukum sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku.
“Tapi kan, ini, murni hukum? Iya, cuma nuansa politiknya kental,” tutur dia.
Menurut Ray, penanganan kasus dugaan suap buronan Harun Masiku yang melibatkan Hasto terlihat politis karena terjadi sejak 6 tahun silam, namun perkara hukum itu sempat tertunda. Padahal, masih banyak kasus dugaan korupsi yang nilainya jauh lebih besar.
“KPK seperti memprioritaskan kasus Hasto kala tibumana kasus hukum lainnya seperti ogah-ogahan ditangani KPK. Sebut saja CSR BI, Blok Medan, Sahbirin Noor, Kementan-BPK, dan sebagainya. Kasus HK ini paling tinggi di nomor 9 jika diurut dari kasus-kasus lainnya,” jelas dia.
Larangan Retret Kepala Daerah
Ray menyoroti instruksi Megawati kepada kepala daerah terkait penundaan agenda retret. Menurut dia, instruksi tersebut tak menyalahi hukum, karena retreat bukan suatu kewajiban yang harus diikuti kepala daerah.
“Jadi tidak ada masalah hukum jika tidak mengikutinya. Paling jauh, mendagri akan mengevaluasi kinerja dan ketaatan daerah. Para kepala daerah bisa jadi tak merasa khawatir,” ungkap dia.
Ray justru menilai pelaksanaan retret kepala daerah tak lebih dari upaya sentralisasi kekuasaan agar para kepala daerah mengikuti semua keinginan pemerintah pusat. Menurut dia, instruksi PDIP tersebut tentu akan berimbas pada kekhawatiran pemerintah pusat karena mengurangi dukungan daerah.
“Sebab, jika pemerintah pusat mengabaikan daerah, bisa jadi program nasional malah akan mandek. Bagaimanapun, MBG (makan bergizi gratis) misalnya, tidak akan dapat optimal jika tidak melibatkan pemerintah daerah,” imbuhnya.
Ray menyarankan PDIP membuat program orientasi kepala daerah tandingan secara mandiri pada internal partai. Menurut dia, akan lebih baik jika model orientasi tersebut menekankan nuansa sipil daripada militer seperti yang dilaksanakan Presiden Prabowo Subianto.
“Memasukan materi prinsipil yakni tentang membangun partisipasi, membangun sistem transparan, kemampuan dialog, anti korupsi. Materi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan benar,” ujar dia.