Opini : Penyitaan Dalam Tindak Pidana Korupsi

Selasa, 24 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keterangan Foto : Ferry Tass, S.H., M.Hum., M.Si. istimewa

Keterangan Foto : Ferry Tass, S.H., M.Hum., M.Si. istimewa

Penulis: Ferry Tass, S.H., M.Hum., M.Si.(Pengamat dan Praktisi Hukum Sulsel)

 

OPINI, BANGSAKU.CO – Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali mencetak sejarah dalam perjalanan panjang pemberantasan korupsi di negeri ini. Dibawah komando Jaksa Agung RI, Bapak Prof. Dr. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M., Kejaksaan secara konsisten menunjukkan komitmen sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia. Penyitaan terhadap uang senilai Rp11,8 Triliun terkait kasus korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) minyak kelapa sawit periode 2021-2022 yang menjerat korporasi Wilmar Group mengundang atensi publik. Penetapan Penyitaan Uang tersebut dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Penetapan Nomor: 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst tertanggal 4 Juni 2025.

Besarnya nilai uang yang disita dan ditampilkan pada release press conference menimbulkan spekulasi publik terkait dengan keberadaan dan kelanjutan terkait uang hasil sitaan tersebut. Uang senilai Rp11,8 Triliun saat ini dititipkan pada rekening penitipan Kejaksaan pada Bank Mandiri. Jadi terhadap uang tersebut tidak disimpan oleh pihak Kejaksaan, melainkan dititipkan pada rekening penitipan Kejaksaan untuk menunggu Putusan Hakim terkait eksekusi uang sitaan tersebut.

Berbagai Pencapaian dan kontribusi Kejaksaan merupakan kerja keras seluruh Insan Adhyaksa atas harapan dan kepercayaan masyarakat yang mengantarkan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum paling dipercaya publik. Benarlah kata pepatah bahwa “semakin tinggi pohon, maka semakin kencang angin menerpanya”, pepatah tersebut mengingatkan bahwa setiap pencapain ataupun keberhasilan yang diperoleh selalu beriringan dengan kerasnya ujian yang dihadapi. Hal inilah yang dialami Kejaksaan, ditengah gencarnya mengejar tikus-tikus berdasi dan penjahat kerah putih (white collar crime) yang menggerogoti uang rakyat, narasi menyesatkan juga digiring oleh para koruptor untuk menyesatkan publik. Salah satu narasi menyesatkan terkait penyitaan yang dilakukan oleh Kejaksaan terhadap Aset Tersangka/Terdakwa tindak pidana korupsi. Narasi disebar bahwa uang/aset/benda berharga sitaan dari terduga koruptor masuk kantong oknum Aparat Hukum. Perbuatannya sengaja membangun narasi negatif tentang Kejaksaan termasuk merusak reputasi aparatur Kejaksaan.

Penetapan Tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar bersama dengan dua Avdvokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih yang juga menyuap tiga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Rp60 miliar adalah contoh konkrit. Bagaimana narasi dikembangkan untuk menciptakan pemberitaan negatif yang bertujuan melemahkan proses hukum yang sedang berjalan. Tian Bahtiar diduga menerima dana sebesar Rp478 juta dari kedua Advokat tersebut untuk memproduksi konten dan berita yang menyudutkan Kejaksaan. Konten tersebut disebarkan melalui platform Jak TV, media sosial, hingga acara talk show dan seminar di sejumlah kampus.

Baca juga:  OPINI : Prinsip Kepemimpinan Muhammadiyah

Penting untuk memahami nilai ajaran Islam bahwa terhadap suatu berita ataupun narasi sangat perlu untuk bersikap tabayyun. Tabayyun adalah memilah antara yang benar dan yang salah. Kata fatabayyanuu bermakna “periksalah dengan teliti”, maksudnya teliti atas informasi. Dengan demikian, tabayyun tidak menerima mentah-mentah informasi yang diterima sebelum diveririfikasi secara holistik. Hal tersebut juga sejalan dengan Falsafah Masyarakat Minangkabau bahwa “Panakiak pisau sirawuik, Ambiak galah batang lintabuang, Silodang ambiah ka niru, Nan satitiak jadikan lauik, Nan sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadi guru”, yang bermakna bahwa manusia selalu berusaha menyelidiki, membaca, serta mempelajari ketentuan-ketentuan, dan hendaknya manusia selalu berusaha menggali dan menganalisis suatu permasalahan atau ilmu sampai menemukan kesimpulan yang dapat digunakan/benar dan berguna bagi manusia.

*Penyitaan Dalam Proses Hukum*

Pernyataan Wilmar International Limited yang dilansir banyak media menyebut dana Rp11,8 triliun yang disita sebagai dana jaminan merupakan pernyataan yang tak berdasar, karena tidak ada istilah uang jaminan dalam penanganan perkara korupsi. Apalagi ditambah pernyataan pihak Wilmar bahwa uang tersebut ditempatkan secara sukarela, perlu dipahami bahwa uang yang disita merupakan hasil penetapan hukum, bukan penempatan sukarela.

Penyitaan dilakukan untuk mengamankan barang/benda yang berkaitan dengan tindak pidana agar tidak disalahgunakan, dimusnahkan, atau dipindahkan yang dapat menghambat pengungkapan perkara pidana. Definisi Penyitaan telah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, pada pokoknya untuk mengambil alih dan/atau menyimpan benda bergerak atau tidak bergerak untuk kepentingan proses hukum. Terkait dengan benda yang dapat disita diatur dalam Pasal 39 KUHAP diantaranya benda yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh atau sebagai hasil dari tindak pidana. Penyitaan sebagai upaya paksa juga dapat dilakukan ditingkat penuntutan seperti penyitaan uang Rp11,8 triliun di kasus Wilmar Grup. Selain tahap penyidikan, penyitaan juga dapat dilakukan pada proses penuntutan. Bahkan dalam perkara tindak pidana pencucian uang jika masih ada harta yang belum disita, maka hakim dapat memerihtahkan Penuntut Umum melakukan penyitaan.

Baca juga:  Dzulfikar Ahmad Tawalla: Anak Biologis dan Ideologis Muhammadiyah

*Eksekusi dan Pemulihan Aset*

Eksekusi terhadap Benda/barang sitaan menjadi kewenangan Kejaksaan dalam perkara korupsi, terhadap benda/barang sitaan yang memiliki nilai ekonomi dapat dijadikan bagian penyelamatan keuangan negara. Korelasi penyitaan dan eksekusi menjadi inheren dan strategi yang digunakan oleh Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi kontemporer, tidak hanya berfokus penghukuman badan, namun melihat penyelamatan keuangan negara sebagai bagian penting pemberantasan korupsi.

Eksekusi terhadap benda/barang bukti oleh Jaksa dilakukan berdasarkan pada Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Terhadap barang/benda yang telah disita sebelumnya maka pada tahap eksekusi dapat dikembalikan kepada Terdakwa, dikembalikan ke pihak benda disita, dimusnahkan atau dirampas untuk negara sesuai dengan Putusan Hakim. Jika Putusan Hakim memerintahkan dirampas untuk negara, maka untuk barang yang tidak berupa uang seperti kendaraan, rumah, tanah dan lainnya yang memiliki nilai ekonomis harus dilakukan proses lelang oleh kantor lelang negara. Sementara benda sitaan berupa uang dan juga uang hasil pelelangan barang sitaan akan dilakukan penyetoran ke kas negara dan menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang penggunaan selanjutnya akan menjadi hak pemerintah sesuai proses pengelolaan keuangan negara dalam APBN/APBD.

Sebagai upaya penyelamatan keuangan negara, strategi yang dilakukan Kejaksaan tak hanya sebatas penyitaan. Berdasarkan Pasal 3OA UU No. 11 Tahun 2021 secara tegas mengatur bahwa , “Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak”. Dasar hukum tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung dan pada tingkat Kejaksaan Tinggi akan dibentuk Asisten Pemulihan Aset. Lahirnya Badan Pemulihan Aset merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2021 yang selanjutnya secara teknis diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2024.

Badan Pemulihan Aset diharapkan dapat memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara sehingga aset hasil tindak pidana korupsi dimanapun disembunyikan dapat secara maksimal dikejar dan dirampas untuk kepentingan negara dan masyarakat. Tidak ada tempat aman bagi koruptor dan aset hasil korupsinya dari kendali Kejaksaan.

 

(*)

Berita Terkait

Refleksi Sinergitas TNI dan Kejaksaan
Opini : Eksistensi Jaksa Pengacara Negara Dalam Sengketa Pilkada di MK
Politik Hukum Penguatan Kedudukan Kejaksaan Dalam Sistem Ketatanegaraan RI
One Stop Solution Percepatan Investasi Daerah Dalam Perspektif Pendampingan Hukum
Opini : Transisi Kekuasaaan Suksesi Presidensialisme
Opini : Quo Vadis Eksistensi Jaksa Pengacara Negara Sebagai Pilar Penegakan Hukum Modern
Opini : Menakar Sosok Jaksa Agung di Kabinet Prabowo-Gibran
Opini : Usai Debat Capres, Hukum harus Tegas

Berita Terkait

Selasa, 24 Juni 2025 - 13:50 WITA

Opini : Penyitaan Dalam Tindak Pidana Korupsi

Selasa, 20 Mei 2025 - 08:26 WITA

Refleksi Sinergitas TNI dan Kejaksaan

Rabu, 26 Februari 2025 - 13:18 WITA

Opini : Eksistensi Jaksa Pengacara Negara Dalam Sengketa Pilkada di MK

Senin, 30 Desember 2024 - 13:46 WITA

Politik Hukum Penguatan Kedudukan Kejaksaan Dalam Sistem Ketatanegaraan RI

Senin, 11 November 2024 - 10:06 WITA

One Stop Solution Percepatan Investasi Daerah Dalam Perspektif Pendampingan Hukum

Berita Terbaru

PEMKOT MAKASSAR

DLH Makassar Akan Peremajaan Armada Urai Antrean di TPA Antang

Selasa, 24 Jun 2025 - 22:40 WITA

PEMKOT MAKASSAR

Sampah Jadi Energi, Makassar–Maniwa Bangun Masa Depan Ramah Lingkungan

Selasa, 24 Jun 2025 - 17:57 WITA