Dzulfikar Ahmad Tawalla: Anak Biologis dan Ideologis Muhammadiyah
Oleh : Fajlurrahman Jurdi
OPINI, BANGSAKU.CO – Rasanya sudah memasuki delapan tahun saya tidak lagi terlibat di kegiatan organisasi apapun. Sejak kembali ke Makassar, praktis saya fokus di rumah dan kampus. Terlebih setelah istri saya wafat, tak ada kegiatan organisasi apapun yang saya ikuti. Bahkan sebagian besar pekerjaan saya tinggalkan. Saya yang terbiasa bertemu orang dari banyak latar belakang, tak punya waktu untuk sekedar ngopi. Waktu menjadi berharga, karena mengurus anak. Terutama kalau lewat magrib, saya yang terbiasa wara-wiri, tak bisa lagi ditemui.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saya merasakan perubahan drastis itu, dan adaptasinya cukup berat. Makanya kadang merasa insecure dengan banyak teman yang terbangnya jauh, tanpa pernah diduga. Tapi begitulah hidup, peta jalannya hanya Tuhan yang mengerti.
Saya terharu untuk dua waktu, yakni waktu Cak Nanto menjadi Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dan saat flayer Fikar beredar, ia terpilih menggantikan Nanto. Saya tau betul bagaimana ia berjuang, bagaimana ia tertatih melewati jalan terjal ganasnya Jakarta. Istrinya di depok, dia di Jakarta, dan seringkali pulang hanya di akhir pekan. Nanto adalah salah satu potret dari ragam penderitaan yang menakjubkan. Allah mengangkatnya, dan memberinya jalan. Saya tau, dia bertarung berhadapan dengan teman se kasur saya di Jogjakarta, Faisal. Pertemanan yang panjang. Karena itu, saya memilih diam, menyaksikan dari jauh. Bahwa kedua sahabat dekat itu, menunjukkan kekuatannya masing-masing. Tapi habis itu, kita bikin group bareng lagi. hahaha.
Saya bahagia, ada Zulfikar yang menemaninya, seorang adik, kawan dan tentu tak mungkin dituliskan dengan kalimat, bagaimana kami dekat. Sejak ia menjadi ketua IPM sulsel, namanya jadi salah satu energy bagi gerakan anak muda muhammadiyah.
Tiba beberapa bulan terakhir ini, suksesi muktamar Pemuda Muhammadiyah dimulai. Konsolidasi terus terjadi, mencari titik temu kerap kali dilakukan. Rapat-rapat rahasia dan terbuka dilakukan, manuver dan diaspora kekuatan terus terjadi. Suatu hari, kawan saya, Andre, pengurus Pimpinan Pusat menelpon. Kami berdua biasa menggosipkan banyak hal, dan tidak ada rahasia yang tersimpan antara saya dan dia. “kak, bagaimana ini, saya mau ke Fikar”, katanya dengan nada pasti.
“Siapa-siapa yang maju ndre”, Tanya saya.
“Baru tiga orang yang muncul”. Jawabnya.
Nama-nama itu disebut. Nama-nama itu adalah orang-orang luar biasa. Dengan jaringan, pengalaman dan kekuatannya masing-masing. Saya tau persis, mereka adalah teman-teman yang hebat.
“Bismillah ndre, sudah cocok ke Fikar”, kata saya.
Lewat Andre-lah segala hal saya komunikasi. Dia juga paling rajin menyampaikan perkembangan. Padahal dia tau persis, saya “lumpuh”. Tetapi karena dia dan saya tidak pernah berpisah sejak lama, hubungan kami gak pernah retak. Apapun pilihan dia, saya selalu dukung, begitu juga sebaliknya. Andre sudah mandiri secara ekonomi sejak mahasiswa. Dia sudah bisa menangani proyek pengadaan sejak semester awal kuliah. Dulu, Dari Samarinda, dia bisa terbang kapan saja jika saya mau bertemu.
Dinamika suksesi di Pemuda Muhammadiyah adalah dinamika politik. Hanya saja politiknya bersahabat. Cara merawat dan membangun kekuatan, tidak ada bedanya dengan merebut ketua umum partai politik. Maka, mereka yang bekerja merebut suara, adalah orang-orang dengan keahlian tinggi, jaringan yang kuat, dukungan finansial yang tentu tidak sedikit. Rata-rata mereka memiliki “kakak asuh”. Tetapi ada yang paling penting dari semua jenis modal itu adalah, “integritas dan kekuatan intelektual”.
Dzulfikar Ahmad Tawalla memiliki talenta kepemimpinan yang baik. Selama saya mengenalnya, dia tak pernah ambisius. Caranya pelan-pelan, tetapi ia punya target. Saya bisa memberi garansi, betapa anak ini tak punya ambisi yang besar. Beberapa peristiwa penting dapat saya kemukakan, bahwa dia adalah anak ideologis dan biologis Muhamamdiyah.
Pertama, Ayahnya adalah Kiai Ahmad Tawalla. Tidak ada yang tidak mengenalnya. Kiai sepuh Muhammadiyah yang dakwahnya dari kampung ke kampung, naik turun gunung. Beliau salah satu kiai dengan jangkar perjuangan dkawah yang luar biasa. Darah perjuangan itu turun ke Fikar. Ayahnya adalah mahluk Tuhan paling ikhlas bekerja untuk Umat, dan menjadi asset dakwah Muhammadiyah.
Kedua, suatu hari, terjadi peristiwa penting di internal Pimpinan Pusat Ikatan pelajar Muhammadiyah. Saat itu, Fikar adalah Sekretaris Jenderal, dan Slamet, dari Lampung adalah ketua umum. Saat itu, karena satu dan lain hal, Slamet berhenti dari ketua umum. Lazimnya, posisi Sekjend akan naik pangkat menjadi ketua umum, jika ketua umum berhenti ditengah jalan. Dan Fikar tidak pernah berpikir mau menjadi ketua umum untuk menggantikan kawannya. Fikar dan Slamet adalah dua kawan yang seiring sejalan. Tidak ada hambatan yang berarti bagi dia untuk naik menjadi ketua umum saat itu jika dia berambisi.
Tetapi yang terjadi justru tidak demikian. Mereka mendorong Ipmawati untuk menjadi ketua umum IPM. Saya sempat bertanya, “Fikar kenapa kau gak mau jadi ketua umum”, Tanya saya. “Jangan kak, saya mau menjadi ketua umum, jika prosesnya adalah normal seperti di muktamar. Lagipula, kita dorong ketua umum perempuan, supaya ini menjadi sejarah bagi IPM”. Ini pernyataan yang luar biasa, dan Fikar benar-benar mendukung sepenuhnya ketua umum Ipmawati yang menggantikan Slamet.
Ketiga, Pasca Pemilu tahun 2014, Fikar dan Wawan sama-sama mendapat tempat di DPR, mereka menjadi Tenagah Ahli disana. Saya tau, Fikar mendampingi orang terdekatnya pak SBY saat itu. Hingga akhirnya terjadi suksesi yang mengantarkan Cak nanto menjadi ketua umum PP PM. Fikar mendukung penuh cak nanto sehingga dia terpilih menjadi Sekjend. Menariknya, Pasca terpilih jadi Sekjend PP PM, Fikar mengundurkan diri dari DPR. Alasannya sederhana, “ingin fokus mengurus Pemuda Muhammadiyah”.
Keempat, Pasca Pemilu 2019, teman-teman Pemuda Muhammadiyah memperoleh banyak tempat di pemerintahan terutama BUMN. Saya sebut saja, Cak Nanto jadi komisaris utama di BUMN, Razikin jadi komisaris, serta beberapa nama lain. Saya ingat pertemuan yang diadakan oleh Pemuda Muhamamdiyah Sulsel beberapa waktu lalu. Hadir Prof. Irwan Akib, salah satu ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kata beliau, suatu hari ketua umum Prof Haedar pernah memanggil Fikar dan bertanya, apakah Fikar mau jadi komisaris BUMN atau tidak. Pertanyaan itu dijawab oleh Fikar “terimakasih prof, biarkan saya mengurus Muhammadiyah”. Artinya dia menolak menjadi komisaris.
Menurut Prof Irwan, ini yang membuat Prof Haedar jatuh hati dengannya. Bahwa anak ini benar-benar ingin mengurus Muhammadiyah dan tidak menginginkan jabatan lain diluar Muhamamdiyah.
Dari sisi finansial, Fikar ini salah satu anak “menteng” yang pintar cari uang. Dia memang tidak mengandalkan proposal, tetapi dia punya pekerjaan di beberapa tempat. Itulah sebabnya, dulu di IPM, dia sudah mengendarai mobil Mercy “tua” dan tinggal di sebuah apartemen di sekitar Harmoni. Dulu ada banyak yang mengira, Fikar jual organisasi, padahal kami yang selalu bersama dengannya tiap hari, tau dia punya pekerjaan dengan beberapa orang.
Kelebihan lainnya Fikar adalah dia selalu memperhatikan hal-hal kecil untuk teman-teman disekitarnya. Semua teman-teman dekatnya selalu bersama. Saya tau Afif, Infa, Sedek, Ula, dll. Pertemanan mereka ini awet. Karena Fikar gak pernah makan sendiri apa yang dia dapatkan.
Itulah yang terus saya ingatkan andre. Bahwa Fikar layak untuk diperjuangkan, karena dia memiliki sisi yang berbeda. Dia tidak pernah kelihatan ambisius terhadap sesuatu.
Hal yang menjengkelkan dari dia adalah, suka pattol. Jika orang mau naik mobil, dia sudah duluan di depan pintu mobil untuk membukakan pintu. hahaha.
Selamat Fikar, semoga sukses selalu, amanah dan tetapi rendah hati.
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Unhas dan Intelektual Muda Muhammadiyah