MAKASSAR, BANGSAKU.CO — Komisi D DPRD Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mendesak kepada pengelola Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Al Imam Ashim untuk melakukan evaluasi usai seorang santri tewas dianiaya temannya.
Ada 5 poin rekomendasi yang diberikan oleh DPRD Makassar, mulai dari memasang kamera pengawas atau closed circuit television (CCTV) hingga proporsional dalam penerimaan santri baru. Hal tersebut diputuskan usai rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di ruangan Komisi D DPRD Makassar, Selasa (28/2/2024).
Rapat juga dihadiri Biro Hukum Pemkot Makassar, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar dan Sulsel, perwakilan Kemenag, dan Dinas Pendidikan Makassar.
“(Pertama) Monev bersama secara berkala untuk pesantren oleh tim Kemenag, DP3A, dan Dinas Pendidikan Kota Makassar, dan tentu melibatkan pihak shelter yang terkait,” ujar Ketua Komisi DPRD Makassar Andi Hadi Ibrahim Baso kepada wartawan, Selasa (28/2/2024).
Pengelola Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Al Imam Ashim juga diminta melakukan pembenahan sarana dan prasarana. Terutama memasang CCTV di titik-titik tertentu.
“Yang kedua, pembenahan sarana dan prasarana di pondok pesantren Al Imam Ashim Makassar, CCTV dan lain-lain,” katanya.
Hadi menyampaikan, pengelola ponpes harus mempunyai kegiatan santri yang bersifat kebersamaan, baik itu antara junior maupun senior. Sebab, saat peristiwa penganiayaan itu terjadi ternyata ditonton oleh santri lainnya.
“Maka pihak pesantren kita rekomendasikan untuk membuat acara bersifat kebersamaan, seperti outbound yang melibatkan narasumber dari DP3A, Dinas Pendidikan dan Kemenag untuk terlibat di dalamnya semuanya,” tuturnya.
Selanjutnya kata Hadi, pihaknya juga meminta pondok pesantren tersebut untuk membenahi sistem pengawasan dan pengasuhan santri. Termasuk menambah jumlah pengasuh atau pembina dengan mempertimbangkan banyaknya santri di pondok tersebut.
“Karena banyaknya anak-anak dalam pondok itu sudah mesti ada penambahan pengawas, pembina dan pengasuh untuk mengawasi anak-anak kita,” jelasnya.
Poin terakhir, DPRD Makassar juga meminta agar Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Al Imam Ashim untuk proporsional dalam menerima santri baru. Pengelola tidak boleh memaksakan menerima santri sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan sarana dan prasarana yang ada.
“Jangan terlalu dipaksa banyaknya santri tetapi sarana dan prasarana tidak memadai di dalam,” imbuhnya.
Hadi berharap agar rekomendasi itu dijalankan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Hadi menegaskan peristiwa itu harus menjadi pembelajaran untuk lembaga pendidikan lainnya di Makassar.
“Sehingga wajah Kota Makassar ini bukan wajah bully mem-bully tetapi kita inginkan semua satuan pendidikan baik itu pendidikan negeri maupun swasta, pondok pesantren dan semua hal tidak ada lagi kasus tragedi yang nyawa menjadi melayang,” katanya. (*)